FABEL LUPA DIRI

Akhir-akhir ini, penduduk di sekitar sungai gelisah. Ikan-ikan dan penghuni sungai lainnya mati. Hanya beberapa ekor buaya yang masih bertahan hidup. Ini terjadi karena sebagaian penduduk di hulu membuang sampah sembarangan. Pemilik pabrik juga membuang limbah seenaknya di sungai itu.
Dampak lainnya dirasakan pula oleh penghuni hutang lindung yang terbentang di pinggir sungai. para penghuni hutang itu jera untuk minum di sungai. kalau pun ada yang berani minum, bahaya lain akan mengancam. Itu pernah dialami oleh beberapa ekor rusa mati keracunan.
Musibah itu membuat sang kancil kebingungan. Ia duduk termenung di tepi sungai menahan haus.
“Cil, tak usah bingung, sobat ! aku mau mengantarkanmu ke seberang. Di sana terdapat sebuah danau. Airnya jernih. Kau dapat minum sepuasnya. Tapi, ada syaratnya, lo !” kata buaya putih dengan nada sedih.
“O, ya ? Apa syaratnya ……..?” selidik kancil.
“Hm, dua puluh meter ke arah utara sana ada seekor rusa yang sudah mati. Aku takut naik ke darat untuk mengambil rusa itu karena seseorang pemburu mengincar kulitku yang putih dan halus ini. Bawalah rusa itu kemari ! pokoknya, kebaikanmu akan kubalas dengan kebaikan pula,” kata buaya putih meyakinkan sang kancil.
Kancil lalu berlari ke utara dan mengambil rusa yang sudah mati. Rusa itu kemudian diseretnya untuk diberikan kepada buaya putih.
“selamat menikmati daging rusa, sobat,” katanya.
Buaya putih langsung melahapnya, “nyam,nyam .
Setelah selesai makan, buaya putih lalu berkata, “lompatlah cil, aku siap mengantarkanmu ke seberang!”
Sang kancil lalu melompat ke punggung buaya putih. Dia amat gembira. Tiba-tiba bersamaan dengan itu, seekor buaya hitam menerkam kaki si kancil.
“Lo katanya kebaikan harus dibalas kebaikan. Tapi………,”
“Bukan zamannya lagi, cil ! kebaikan harus dibalas kejahatan. Kalau tak percaya, tanyalah kepada tas kulit yang terapung itu !” kata buaya putih, membela si buaya hitam.
Sang kancil segera bertanya, “Benarkah begitu, tas kulit ?”
“O, o ! benar sekali ketika aku masih baru, manusia selalu merawat dan membawaku kemana-mana. Akan tetapi, ketika aku sudah rusak, manusia mencampakkanku ke sungai ini, cil” jawab tas kulit.
“Ah, aku tak percaya” bantah kancil.
“Boleh-boleh saja tidak percaya. Sekarang tanyakan kepada tas plastik, tikar, kertas, daun, kaleng, dan sepatu kulit yang kini menjadi sampah itu !” sahut buaya putih.
“Hai, tuan-tuan penghuni sungai, benarkah begitu ?” Tanya sang kancil.
“Tentu, cil ! kami sangat kecewa atas ulah sekelompok manusia. Nasib kami terombang-ambingdi sungai ini !” jawab semua sampah itu.
Sang kancil merasa terdesak. Hidupnya bagaikan telur diujung tanduk. “Sekarang begini, Buaya ! setelah aku kau makan, sampaikakan pesanku kepada orang yang suka buang sampah sembarangan, agar mereka tidak melakukan perbuatan itu lagi !”
Mendengar pernyatan kancil, buaya putih dan buaya hitam tertawa terbahak-bahak. Pada saat itulah, gigitannya pada kaki kancil terlepas. Kancil pun segera melompat ke tepi sungai. “Daaaaaaah, “katanya dengan riang.

Tinggalkan komentar